JOU SUBA . . . SELAMAT DATANG

Selasa, 27 September 2011

GAMBARAN UMUM BIAK


A.    Letak Geografis
Biak merupakan sebuah kepulauan yang terletak di Teluk Cenderawasih dan berhadapan langsung dengan Lautan Pasifik. Secara geografis kabupaten Biak Numfor  terletak antara 134047-1360 Bujur  Timur dan  0055-1027 Lintang Selatan,  sedangkan  secara administratif kabupaten Biak Numfor, di bagian utara  berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah selatan berbatasan berbatasan dengan Selat Yapen, sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Manokwari dan sebelah timur  berbatasn dengan Lautan Pasifik  (Biak Numfor Dalam angka, 2005:10).   
B.     Sosial Budaya
Kesatuan masyarakat terkecil yang secara politis dan ekonomis mempunyai  otonomi  penuh dikalangan suku bangsa Biak adalah Mnu atau kampung. Kampung merupakan suatu segmen yang terbagi-bagi  dalam keret-keret  atau klen-klen kecil dan selanjutnya dalam keluarga batih. Dasar-dasar yang menyatukan  para warga kampung adalah karena faktor kesamaan keturunan dan kepentingan ekonomi ( Mansoben, 1995:287) sebuah kampung juga mempunyai batas-batas wilayh yang jelas berdasarkan kesamaan tersebut.
Suatu kampung tentunya ada pemimpin, dalam kepemimpinan tradisional  Papua,  suku bangsa Biak menganut sistem kepemimpinan campuran. Oleh sebab itu dalam budaya Biak terdapat 4 bentuk kepemimpinan tradisional berdasarkan fungsi  tugas dari pada komunitas tersebut. Keempat bentuk kepemimpinan itu adalah; Mananwir  Mnu atau kepala kampung, Manibob atau pemimpin dalam dunia perdagangan, mon atau konor  pemimpin yang berkaitan  dengan hal-hal yang bersifat majic dan pemimpin yang berikut adalah  mambri atau pemimipin dalam dunia perang.
Mananwir Mnu adalah pemimipin yang bertugas dan bertanggung  jawab atas seluruh isi kampung, serta semua keret yang ada dikampung itu, sebagai mananwir Mnu di tuntut untuk pandai  dalam soal adat, pandai berbicara cepat dalam soal pengambilan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak ( Lameck Ap, dkk, 2000:28) disamping mananwir Mnu  terdapat juga Mananwir Keret atau kepala keret, mananwir keret bertugas dan bertanggung jawab kepada manawir mnu ( Mansoben, 1995:288).
Kepemimpinan tradisional yang berikut adalah Manibob atau pemimpin dalam dunia perdagangan disuatu kampung tertentu berdasarkan kemampuanya, sebagai seorang Manibob dituntut untuk mampu menjalankan tanggung jawabnya dalam mengusahakan hasil-hasil yang ada dikampung itu untuk dijual ke luar,  dengan bentuk penjualan yakni; barang ditukar dengan barang  atau barter ( Mansoben , 1995:289)
Kepemimpinan tradisional yang ketiga adalah Konor, kepimpinan konor kekuasaannya didasarkan pada hal  religius, kepemimpinan konor biasanya diawali dengan suatu pengalaman yang luar biasa yang dirasakan ajaib oleh seorang tokoh itu. Kepemimpinan seorang Konor biasanya bersifat pergerakan yang menginginkan suatu kehidupan yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Oleh sebab itu gerakan-gerakan seperti ini  bertujuan untuk mendirikan suatu  kerajaan yang adil, makmur dan abadi serta mendatangkan kekayaan materi  bagi para pengikutnya, karena itu gerakan ini sering di sebut sebagai  gerakan mesianik atau ratu adil ( Mansoben, 1996:291). Pemimpin konor biasanya tidak terbatas pada satu kampung saja, tetapi bersifat totalitas pada seluruh masyarakat suku bangsa Biak. Hal ini dapat nampak pada gerakan kebatinan Koreri yang terjadi di daerah Biak Numfor.
Pemimpin yang keempat adalah pemimpin dalam dunia perang atau Mambri, pemimpin ini dapat mengambil alih kepemimpinan apabila situasi di kampung tidak aman, dengan demikian orang yang menduduki jabatan ini adalah orang yang berani dan kejam. Pemimpin ini harus mempunyai  cukup pengetahuan dalam bidang perang, terutama strategi, tetapi juga harus mampu memobilisasi dan membangkitkan semangat pengikut-pengikutnya. Sebelum menjadi seorang Mambri  biasanya para pemimpin perang sejak masih remaja di beri makan sejenis daun yang disebut Ui Mambri (Mansoben, 1995:189). Seorang Mambri dapat diakui warga  kampungnya atau keretnya apabila ia mampu menjalankan  semua yang telah ditentukan diatas, selain itu juga ia harus mempunyai sifat-sifat seorang Mambri  atau pemimpin perang
Dalam kehidupan masyarakat Biak pada masa lampau sering terjadi penangkapan budak-budak diantara orang-orang Biak itu sendiri, sehingga disuatu kampung harus ada seorang yang mampu untuk melindungi warganya dari serangan-serangan maupun mampu melakukan pembalasan terhadap serangan yang pernah terjadi.
Pemimpin yang lain adalah  Korano, Korano adalah pemimpin yang di dasarkan atas pemberian upeti kepada Sultan Tidore atau Ternate. Dalam pemberian upeti ini Sultan memberikan hadiah dalam bentuk gelar raja atau pangeran, yang dalam bahasa Tidore atau Ternate adalah Kolano (Mansoben, 1995:293)
Selain bentuk-bentuk kepemimpinan tradisional, didalam kehidupan sosial  budaya masyarakat  Biak telah mengenal berbagai macam upacara-upacara adat, sejak seorang lahir hingga meninggal ia berada dalam lingkaran adat itu. Oleh sebab itu ada ungkapan yang sering diucapkan dalam hal upacara-upacara adat yakni; “ Nggowor ba ido nari nggomar” yang artinya “ jika kami tidak mengadakan upacara adat maka kami akan mati”, namun demikian  upacara-upacara adat kini sudah jarang di laksanakan,  termakan oleh zaman yang telah berkembang dengan pesat.
Masyarakat adat biak mempunyai satu lembaga adat yang disebut “ kainkain karkara Byak” lembaga ini berfungsi  untuk mengatur masalah-masalah adat yang terjadi di kalangan suku Biak,  termasuk mengatur besarnya pembayaran  mas kawin, sehingga masalah adat yang terjadi di kalangan suku  Biak dapat di atasi  dengan baik (Lameck Ap, dkk, 2000:35). Dewan ini pertama kali dibuka pada tanggal 10 November 1959 dan terakhir kali dilaksanakan pada tanggal 28-31 Oktober 2009 di Biak
            
C.    Ekonomi
Mata pencaharian hidup masyarakat Biak terbagi dalam beberapa bagian  yaitu petani dan nelayan
1.      Masyarakat  Biak lebih banyak tinggal di kampung-kampung dan menggantungkan hidupnya pada kegiatan perladangan berpindah-pindah, perburuan dan menangkap ikan, sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal  musim tanam berdasarkan perhitungan dua konstalasi bintang (Lameck Ap, dkk,2000:37).
Ladang yang sudah di bersihkan di tanami dengan talas ataupun keladi biasanya setelah di panen di buka lagi ladang yang baru, hasil dari kebun tersebut hanya cukup untuk menghidupi keluarga.
2.      Nelayan (Menangkap Ikan)
Penduduk yang tersebar dipesisir kepulauan Biak juga banyak menggantungkan hidupnya pada hasil-hasil laut.
Dalam hal menangkap ikanpun orang Biak dapat menghitung musim di mana musim  yang tepat untuk mencari sebab, musim itu laut banyak dengan ikan.
Sebelum ada pengaruh asing masuk di Biak bentuk jual beli yang dilakukan oleh orang biak adalah dengan cara barter  yaitu barang di tukar dengan barang, biasanya petani menukar hasil kebunnya berupa keladi, sayur-mayur kepada nelayan dan sebaliknya nelayan menukarkan hasil-hasil kepada petani. Proses barter ini telah berlangusung lama dikalangan suku bangsa Biak  hingga masuknya pengaruh asing khususnya bangsa Eropa.
Kontak-kontak dagang seperti ini di sebut “ Manibob” ( kawan dagang) sistem barter pada orang Biak ini telah menciptakan suatu institusi Manibob atau rekanan dagang diberbagai daerah baik di teluk cenderawasih maupun di daerah kepala burung sampai ke daerah kepulauan Raja Ampat ( Mansoben, 1995:277).
Sistim Manibob adalah sistim dimana dua individu yang berasal dari dua lokasi atau kampung yang berbeda, kedua individu saling ketemu dan melakukan hubungan dagang. Pertemuan Manibob dapat pula mempererat hubungan pertemanan kedua individu (Mansoben, 1995:277). Dengan demikian maka terjadilah suatu transaksi yang menguntungkan antara kedua individu yang melakukan hubungan dagang berdasarkan barter.    
D.    Kepercayaan
Sebelum masuknya agama kristen ke Papua  khususnya di Biak, masyarakat biak telah mengenal  manseren nanggi” atau Tuhan langit, menurut pandangan dan penghayatan tradisional orang Biak maka pusat kekuatan atau kekuasaan yang mengatur alam semesta adalah “ nanggi” ( Lameck Ap, dkk,200:41). Orang Biak selalu melakukan ritual member  makan sang langit atau fan nanggi. Istilah manseren nanggi memiliki arti yang sangat khas yakni tuhan yang maha tinggi yang dapat di percayai, orang berseru ketika mengucapkan janji atau sumpah
Upacara –upacara fan nanggi atau memberi makan tuhan langit dilakukan oleh tokoh tertentu yang disebut mon atau dukun, orang Biak dapat melakukan upacara-upara fan nanggi  apabila terjadi situasi kritis, orang kehabisan  atau kekurangan makanan, pada waktu kemarau panjang, wabah penyakit dan yang serupa dengan itu. Selain itu juga orang Biak dapat melakukan upacara fan nanggi apabila situasi dalam keadaan sejahtera, mendapatkan makanan yang berlimpah, hendak melaksanakan perjalanan jauh.
Sebelum upacara fan nanggi dilaksanakan orang lebih dulu meletakkan alat penangkapan ikan dan alat pertanian, kemudian mon mempersembahkan makanan di atasnya dan disamping makanan itu, mon berdiri dengan tangan terbuka menyerukan nanggi, kalau mon merasakan tangannya bergetar, maka itu berarti nanggi telah turun dan nanggi akan memberikan petunjuk-petunjuk tentang peristiwa yang akan terjadi dengan melalui perantaraan itu (Kamma, 1981:341). Petunjuk-petunjuk tersebut berupa ramalan-ramalan tentang baik dan buruknya nasib seseorang dimasa yang akan datang, selain itu alat-alat pertanian yang berada ditempat upacra itu pun di berkati oleh sang nanggi. Di samping kepercayaan orang Biak kepada sang tuhan langit, ada juga kepercayaan terhadap dunia orang mati, praktek-praktek magis.
 Selain itu orang Biak juga mempercayai serta menghayati cerita suci atau mitologi yakni mengenai manarmakeri dan koreri, manarmakeri merupakan tokoh karismatik orang Biak yang menjanjikan koreri kepada orang Biak namun orang-orang biak tidak mengidahkan apa yang telah disampaikan oleh manarmakeri, sehingga manarmakeri marah dan berangkat kearah barat dan berjanji akan kembali suatu saat membawa kehidupan yang berkelimpahan(Lameck Ap, dkk,2000:44).
gerakan koreri ini timbul di biak dalam beberapa gelombang tahun yakni pada tahun 1906, 1920, 1921, 1923, 1926,1927, 1928, 1938, 1942 dan 1960. Pada tahun 1938 gerakan inilah yang menentang penjajahan belanda, gerakan koreri yang terjadi pada tahun 1938 adalah gerakan yang dipimpin oleh Angganita Manufandu di pulau insumbabi sebelah selatan supiori, sedangkan gerakan yang terjadi pada tahun 1942 adalah gerakan yang menentang penjajahan jepang, gerakan ini berpusat di Mansuam, Biak selatan dan di pimpin oleh Stevanus Simopiaref (Koentjaraningrat, dkk, 1963:369)
Kepercayaan terhadap orang mati juga mempunyai perhatian yang sangat besar, kematian pada orang-orang Biak memperoleh perhatian penuh, oleh karena itu dalam upacara tradisional orang biak terdapat pula upacara perkabungan. Bentuk-bentuk upacara perkabungan ini antara lain; ratapan untuk orang mati, menyematkan tanda mata, menghancurkan warisan, membungkus mayat, penguburan, pembagian hadiah kecil sesudah kematian, menanggalkan perkabungan, mencuci bersih perkabungan serta membuat patung arwah kepada si mati (Kamma, 1981:305). Upacara-upacara ini semua dilakukan guna keselamatan dari roh simati tetapi juga orang-orang yang ditinggalkan.
Setelah tanggal 5 Februari 1955 injil dibawah oleh Ottow dan Geissler mendarat di pulau Mansinam, dan kedua pendeta inilah yang menyebarkan agama Kristen dipulau mansinam dan sekitarnya, dengan berjalannya waktu dan usaha penginjilan yang dilakukan oleh zending terutama kedua rasul tersebut mulai tersebar ke seluruh tanah papua termasuk Biak.
Di Biak injil di bawah oleh Guru Petrus Kafiar, seorang yang berasal dari Maudori. Yang ketika itu terjadi penyerangan di kampungnya Maudori, Petrus Kafiar lalu ditangkap dan dijadikan budak di Korido, dari Korido Petrus Kafiar kemudian di bawah ke Mansinam untuk dijual kepada para zending. Petrus Kafiar lalu belajar di Mansinam dan disekolahkan di Depok, sekembalinya Petrus Kafiar dari Depok, ia mendapat tugas mulia yaitu kembali ke kampung halamannya untuk menyebarkan agama Kristen.
Pada tanggal 26 April 1908 Petrus Kafiar tiba di kampung halamannya  dan menjadi guru injil dikampung halamannya, semenjak saat itu orang-orang Biak lambat-laun mulai menjadi Kristen.
   
E.     Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting didalam masyarakat disuatu daerah tertentu. Di dalam komunitas lokal masyarakat biak telah mengenal pendidikan tradisional sebelum pendidikan barat masuk didaerah Biak.
Pendidikan tradisional dilakukan pada saat seorang anak mulai beranjak remaja ke dewasa. Sebagai seorang anak remaja harus di wajibkan belajar di dalam lembaga pendidikan adat istiadat yang di sebut rum sram. Sedang ketika anak remaja tersebut selama berada didalam rum sram orang tua dan sanak saudaranya di larang untuk menengok anak tersebut (C. Akwan, 1984:54)
Sebelum masuk rum sram anak remaja harus mengikuti upacara inisiasi yang disebut kapakpok. Upacara ini bertujuan untuk mendidik mereka, untuk memungkinkan kaum lelaki muda mati secara mental lalu lahir kembali secara mental. Tingkah laku remaja sebelum memasuki rum sram di matikan selama meraka berada dalam pendidikan. Tingkah laku yang baru, mereka peroleh sesudah lulus dari rum sram adalah kelahiran kembali mereka sebagai lelaki dewasa. Melalui upacara inisiasi kematian berubah menjadi kelahiran kembali (Akwan, 1984:59)
Pendidikan tradisional dianggap penting oleh orang Biak, sehingga sebelum seseorang dewasa dan berkeluarga ia terlebih dahulu belajar dalam lembaga tradisional rum sram sehingga anak tersebut ketika sudah dewasa ia sudah dapat bertanggung jawab atas dirinya dan komunitasnya. Di dalam lembaga komunitas rum sram diajarkan keahlian dalam hal; ilmu tentang bangunan perahu, ilmu pengobatan, rahasia pantangan dan mitos dalam keret, sedangkan yang menjadi guru bagi mereka adalah orang yang sudah dewasa dan mempunyai keahlian tertentu.
Ketika pendidikan modern masuk di Biak maka merubah pendidikan tradisional, masyarakat biak mulai diajarkan tentang ilmu baca tulis, ilmu berhitung dan sebagainya yang menunjang kehidupannya di masa yang akan datang. Pendidikan tradisional diganti dengan pendidikan modern yang teratur, serta lebih formal dalam hal materi ajar yang disampaikan dengan tenaga pengajar yang lebih professional sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.  
A.    Letak Geografis
Biak merupakan sebuah kepulauan yang terletak di Teluk Cenderawasih dan berhadapan langsung dengan Lautan Pasifik. Secara geografis kabupaten Biak Numfor  terletak antara 134047-1360 Bujur  Timur dan  0055-1027 Lintang Selatan,  sedangkan  secara administratif kabupaten Biak Numfor, di bagian utara  berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah selatan berbatasan berbatasan dengan Selat Yapen, sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Manokwari dan sebelah timur  berbatasn dengan Lautan Pasifik  (Biak Numfor Dalam angka, 2005:10).   
B.     Sosial Budaya
Kesatuan masyarakat terkecil yang secara politis dan ekonomis mempunyai  otonomi  penuh dikalangan suku bangsa Biak adalah Mnu atau kampung. Kampung merupakan suatu segmen yang terbagi-bagi  dalam keret-keret  atau klen-klen kecil dan selanjutnya dalam keluarga batih. Dasar-dasar yang menyatukan  para warga kampung adalah karena faktor kesamaan keturunan dan kepentingan ekonomi ( Mansoben, 1995:287) sebuah kampung juga mempunyai batas-batas wilayh yang jelas berdasarkan kesamaan tersebut.
Suatu kampung tentunya ada pemimpin, dalam kepemimpinan tradisional  Papua,  suku bangsa Biak menganut sistem kepemimpinan campuran. Oleh sebab itu dalam budaya Biak terdapat 4 bentuk kepemimpinan tradisional berdasarkan fungsi  tugas dari pada komunitas tersebut. Keempat bentuk kepemimpinan itu adalah; Mananwir  Mnu atau kepala kampung, Manibob atau pemimpin dalam dunia perdagangan, mon atau konor  pemimpin yang berkaitan  dengan hal-hal yang bersifat majic dan pemimpin yang berikut adalah  mambri atau pemimipin dalam dunia perang.
Mananwir Mnu adalah pemimipin yang bertugas dan bertanggung  jawab atas seluruh isi kampung, serta semua keret yang ada dikampung itu, sebagai mananwir Mnu di tuntut untuk pandai  dalam soal adat, pandai berbicara cepat dalam soal pengambilan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak ( Lameck Ap, dkk, 2000:28) disamping mananwir Mnu  terdapat juga Mananwir Keret atau kepala keret, mananwir keret bertugas dan bertanggung jawab kepada manawir mnu ( Mansoben, 1995:288).
Kepemimpinan tradisional yang berikut adalah Manibob atau pemimpin dalam dunia perdagangan disuatu kampung tertentu berdasarkan kemampuanya, sebagai seorang Manibob dituntut untuk mampu menjalankan tanggung jawabnya dalam mengusahakan hasil-hasil yang ada dikampung itu untuk dijual ke luar,  dengan bentuk penjualan yakni; barang ditukar dengan barang  atau barter ( Mansoben , 1995:289)
Kepemimpinan tradisional yang ketiga adalah Konor, kepimpinan konor kekuasaannya didasarkan pada hal  religius, kepemimpinan konor biasanya diawali dengan suatu pengalaman yang luar biasa yang dirasakan ajaib oleh seorang tokoh itu. Kepemimpinan seorang Konor biasanya bersifat pergerakan yang menginginkan suatu kehidupan yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Oleh sebab itu gerakan-gerakan seperti ini  bertujuan untuk mendirikan suatu  kerajaan yang adil, makmur dan abadi serta mendatangkan kekayaan materi  bagi para pengikutnya, karena itu gerakan ini sering di sebut sebagai  gerakan mesianik atau ratu adil ( Mansoben, 1996:291). Pemimpin konor biasanya tidak terbatas pada satu kampung saja, tetapi bersifat totalitas pada seluruh masyarakat suku bangsa Biak. Hal ini dapat nampak pada gerakan kebatinan Koreri yang terjadi di daerah Biak Numfor.
Pemimpin yang keempat adalah pemimpin dalam dunia perang atau Mambri, pemimpin ini dapat mengambil alih kepemimpinan apabila situasi di kampung tidak aman, dengan demikian orang yang menduduki jabatan ini adalah orang yang berani dan kejam. Pemimpin ini harus mempunyai  cukup pengetahuan dalam bidang perang, terutama strategi, tetapi juga harus mampu memobilisasi dan membangkitkan semangat pengikut-pengikutnya. Sebelum menjadi seorang Mambri  biasanya para pemimpin perang sejak masih remaja di beri makan sejenis daun yang disebut Ui Mambri (Mansoben, 1995:189). Seorang Mambri dapat diakui warga  kampungnya atau keretnya apabila ia mampu menjalankan  semua yang telah ditentukan diatas, selain itu juga ia harus mempunyai sifat-sifat seorang Mambri  atau pemimpin perang
Dalam kehidupan masyarakat Biak pada masa lampau sering terjadi penangkapan budak-budak diantara orang-orang Biak itu sendiri, sehingga disuatu kampung harus ada seorang yang mampu untuk melindungi warganya dari serangan-serangan maupun mampu melakukan pembalasan terhadap serangan yang pernah terjadi.
Pemimpin yang lain adalah  Korano, Korano adalah pemimpin yang di dasarkan atas pemberian upeti kepada Sultan Tidore atau Ternate. Dalam pemberian upeti ini Sultan memberikan hadiah dalam bentuk gelar raja atau pangeran, yang dalam bahasa Tidore atau Ternate adalah Kolano (Mansoben, 1995:293)
Selain bentuk-bentuk kepemimpinan tradisional, didalam kehidupan sosial  budaya masyarakat  Biak telah mengenal berbagai macam upacara-upacara adat, sejak seorang lahir hingga meninggal ia berada dalam lingkaran adat itu. Oleh sebab itu ada ungkapan yang sering diucapkan dalam hal upacara-upacara adat yakni; “ Nggowor ba ido nari nggomar” yang artinya “ jika kami tidak mengadakan upacara adat maka kami akan mati”, namun demikian  upacara-upacara adat kini sudah jarang di laksanakan,  termakan oleh zaman yang telah berkembang dengan pesat.
Masyarakat adat biak mempunyai satu lembaga adat yang disebut “ kainkain karkara Byak” lembaga ini berfungsi  untuk mengatur masalah-masalah adat yang terjadi di kalangan suku Biak,  termasuk mengatur besarnya pembayaran  mas kawin, sehingga masalah adat yang terjadi di kalangan suku  Biak dapat di atasi  dengan baik (Lameck Ap, dkk, 2000:35). Dewan ini pertama kali dibuka pada tanggal 10 November 1959 dan terakhir kali dilaksanakan pada tanggal 28-31 Oktober 2009 di Biak
            
C.    Ekonomi
Mata pencaharian hidup masyarakat Biak terbagi dalam beberapa bagian  yaitu petani dan nelayan
1.      Masyarakat  Biak lebih banyak tinggal di kampung-kampung dan menggantungkan hidupnya pada kegiatan perladangan berpindah-pindah, perburuan dan menangkap ikan, sedangkan dalam hal menanam orang Biak telah mengenal  musim tanam berdasarkan perhitungan dua konstalasi bintang (Lameck Ap, dkk,2000:37).
Ladang yang sudah di bersihkan di tanami dengan talas ataupun keladi biasanya setelah di panen di buka lagi ladang yang baru, hasil dari kebun tersebut hanya cukup untuk menghidupi keluarga.
2.      Nelayan (Menangkap Ikan)
Penduduk yang tersebar dipesisir kepulauan Biak juga banyak menggantungkan hidupnya pada hasil-hasil laut.
Dalam hal menangkap ikanpun orang Biak dapat menghitung musim di mana musim  yang tepat untuk mencari sebab, musim itu laut banyak dengan ikan.
Sebelum ada pengaruh asing masuk di Biak bentuk jual beli yang dilakukan oleh orang biak adalah dengan cara barter  yaitu barang di tukar dengan barang, biasanya petani menukar hasil kebunnya berupa keladi, sayur-mayur kepada nelayan dan sebaliknya nelayan menukarkan hasil-hasil kepada petani. Proses barter ini telah berlangusung lama dikalangan suku bangsa Biak  hingga masuknya pengaruh asing khususnya bangsa Eropa.
Kontak-kontak dagang seperti ini di sebut “ Manibob” ( kawan dagang) sistem barter pada orang Biak ini telah menciptakan suatu institusi Manibob atau rekanan dagang diberbagai daerah baik di teluk cenderawasih maupun di daerah kepala burung sampai ke daerah kepulauan Raja Ampat ( Mansoben, 1995:277).
Sistim Manibob adalah sistim dimana dua individu yang berasal dari dua lokasi atau kampung yang berbeda, kedua individu saling ketemu dan melakukan hubungan dagang. Pertemuan Manibob dapat pula mempererat hubungan pertemanan kedua individu (Mansoben, 1995:277). Dengan demikian maka terjadilah suatu transaksi yang menguntungkan antara kedua individu yang melakukan hubungan dagang berdasarkan barter.    
D.    Kepercayaan
Sebelum masuknya agama kristen ke Papua  khususnya di Biak, masyarakat biak telah mengenal  manseren nanggi” atau Tuhan langit, menurut pandangan dan penghayatan tradisional orang Biak maka pusat kekuatan atau kekuasaan yang mengatur alam semesta adalah “ nanggi” ( Lameck Ap, dkk,200:41). Orang Biak selalu melakukan ritual member  makan sang langit atau fan nanggi. Istilah manseren nanggi memiliki arti yang sangat khas yakni tuhan yang maha tinggi yang dapat di percayai, orang berseru ketika mengucapkan janji atau sumpah
Upacara –upacara fan nanggi atau memberi makan tuhan langit dilakukan oleh tokoh tertentu yang disebut mon atau dukun, orang Biak dapat melakukan upacara-upara fan nanggi  apabila terjadi situasi kritis, orang kehabisan  atau kekurangan makanan, pada waktu kemarau panjang, wabah penyakit dan yang serupa dengan itu. Selain itu juga orang Biak dapat melakukan upacara fan nanggi apabila situasi dalam keadaan sejahtera, mendapatkan makanan yang berlimpah, hendak melaksanakan perjalanan jauh.
Sebelum upacara fan nanggi dilaksanakan orang lebih dulu meletakkan alat penangkapan ikan dan alat pertanian, kemudian mon mempersembahkan makanan di atasnya dan disamping makanan itu, mon berdiri dengan tangan terbuka menyerukan nanggi, kalau mon merasakan tangannya bergetar, maka itu berarti nanggi telah turun dan nanggi akan memberikan petunjuk-petunjuk tentang peristiwa yang akan terjadi dengan melalui perantaraan itu (Kamma, 1981:341). Petunjuk-petunjuk tersebut berupa ramalan-ramalan tentang baik dan buruknya nasib seseorang dimasa yang akan datang, selain itu alat-alat pertanian yang berada ditempat upacra itu pun di berkati oleh sang nanggi. Di samping kepercayaan orang Biak kepada sang tuhan langit, ada juga kepercayaan terhadap dunia orang mati, praktek-praktek magis.
 Selain itu orang Biak juga mempercayai serta menghayati cerita suci atau mitologi yakni mengenai manarmakeri dan koreri, manarmakeri merupakan tokoh karismatik orang Biak yang menjanjikan koreri kepada orang Biak namun orang-orang biak tidak mengidahkan apa yang telah disampaikan oleh manarmakeri, sehingga manarmakeri marah dan berangkat kearah barat dan berjanji akan kembali suatu saat membawa kehidupan yang berkelimpahan(Lameck Ap, dkk,2000:44).
gerakan koreri ini timbul di biak dalam beberapa gelombang tahun yakni pada tahun 1906, 1920, 1921, 1923, 1926,1927, 1928, 1938, 1942 dan 1960. Pada tahun 1938 gerakan inilah yang menentang penjajahan belanda, gerakan koreri yang terjadi pada tahun 1938 adalah gerakan yang dipimpin oleh Angganita Manufandu di pulau insumbabi sebelah selatan supiori, sedangkan gerakan yang terjadi pada tahun 1942 adalah gerakan yang menentang penjajahan jepang, gerakan ini berpusat di Mansuam, Biak selatan dan di pimpin oleh Stevanus Simopiaref (Koentjaraningrat, dkk, 1963:369)
Kepercayaan terhadap orang mati juga mempunyai perhatian yang sangat besar, kematian pada orang-orang Biak memperoleh perhatian penuh, oleh karena itu dalam upacara tradisional orang biak terdapat pula upacara perkabungan. Bentuk-bentuk upacara perkabungan ini antara lain; ratapan untuk orang mati, menyematkan tanda mata, menghancurkan warisan, membungkus mayat, penguburan, pembagian hadiah kecil sesudah kematian, menanggalkan perkabungan, mencuci bersih perkabungan serta membuat patung arwah kepada si mati (Kamma, 1981:305). Upacara-upacara ini semua dilakukan guna keselamatan dari roh simati tetapi juga orang-orang yang ditinggalkan.
Setelah tanggal 5 Februari 1955 injil dibawah oleh Ottow dan Geissler mendarat di pulau Mansinam, dan kedua pendeta inilah yang menyebarkan agama Kristen dipulau mansinam dan sekitarnya, dengan berjalannya waktu dan usaha penginjilan yang dilakukan oleh zending terutama kedua rasul tersebut mulai tersebar ke seluruh tanah papua termasuk Biak.
Di Biak injil di bawah oleh Guru Petrus Kafiar, seorang yang berasal dari Maudori. Yang ketika itu terjadi penyerangan di kampungnya Maudori, Petrus Kafiar lalu ditangkap dan dijadikan budak di Korido, dari Korido Petrus Kafiar kemudian di bawah ke Mansinam untuk dijual kepada para zending. Petrus Kafiar lalu belajar di Mansinam dan disekolahkan di Depok, sekembalinya Petrus Kafiar dari Depok, ia mendapat tugas mulia yaitu kembali ke kampung halamannya untuk menyebarkan agama Kristen.
Pada tanggal 26 April 1908 Petrus Kafiar tiba di kampung halamannya  dan menjadi guru injil dikampung halamannya, semenjak saat itu orang-orang Biak lambat-laun mulai menjadi Kristen.
   
E.     Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting didalam masyarakat disuatu daerah tertentu. Di dalam komunitas lokal masyarakat biak telah mengenal pendidikan tradisional sebelum pendidikan barat masuk didaerah Biak.
Pendidikan tradisional dilakukan pada saat seorang anak mulai beranjak remaja ke dewasa. Sebagai seorang anak remaja harus di wajibkan belajar di dalam lembaga pendidikan adat istiadat yang di sebut rum sram. Sedang ketika anak remaja tersebut selama berada didalam rum sram orang tua dan sanak saudaranya di larang untuk menengok anak tersebut (C. Akwan, 1984:54)
Sebelum masuk rum sram anak remaja harus mengikuti upacara inisiasi yang disebut kapakpok. Upacara ini bertujuan untuk mendidik mereka, untuk memungkinkan kaum lelaki muda mati secara mental lalu lahir kembali secara mental. Tingkah laku remaja sebelum memasuki rum sram di matikan selama meraka berada dalam pendidikan. Tingkah laku yang baru, mereka peroleh sesudah lulus dari rum sram adalah kelahiran kembali mereka sebagai lelaki dewasa. Melalui upacara inisiasi kematian berubah menjadi kelahiran kembali (Akwan, 1984:59)
Pendidikan tradisional dianggap penting oleh orang Biak, sehingga sebelum seseorang dewasa dan berkeluarga ia terlebih dahulu belajar dalam lembaga tradisional rum sram sehingga anak tersebut ketika sudah dewasa ia sudah dapat bertanggung jawab atas dirinya dan komunitasnya. Di dalam lembaga komunitas rum sram diajarkan keahlian dalam hal; ilmu tentang bangunan perahu, ilmu pengobatan, rahasia pantangan dan mitos dalam keret, sedangkan yang menjadi guru bagi mereka adalah orang yang sudah dewasa dan mempunyai keahlian tertentu.
Ketika pendidikan modern masuk di Biak maka merubah pendidikan tradisional, masyarakat biak mulai diajarkan tentang ilmu baca tulis, ilmu berhitung dan sebagainya yang menunjang kehidupannya di masa yang akan datang. Pendidikan tradisional diganti dengan pendidikan modern yang teratur, serta lebih formal dalam hal materi ajar yang disampaikan dengan tenaga pengajar yang lebih professional sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.